BERITA Terbaru dari dunia sepak bola - hasil pertandingan Liga-liga Top Dunia, yang tersaji setiap harinya, dan selalu saja menarik untuk di Baca ......Tim Penyaji : Agung-Andy-Mughnii

Selasa, 13 Juli 2010

Kaka ke Chelsea

Selasa,13 Juli 2010 | 08:12 WIB

Ancelotti: Chelsea Akan Beli Kaka

LONDON, KOMPAS.com — Pelatih Chelsea Carlo Ancelotti menilai Real Madrid tak mungkin mau melepas Ricardo Kaka. Namun, menurutnya, apabila Madrid berubah pikiran, Chelsea akan berpikir membelinya.

Ancelotti dan Kaka pernah bekerja sama di AC Milan. Pada akhir musim 2008-2009, sementara Kaka pindah ke Madrid, Ancelotti hengkang ke Chelsea. Meski begitu, bukan rahasia Ancelotti masih sangat mengagumi Kaka dan ingin kembali bekerja sama dengannya.


Mengingat sampai sekarang Kaka tak kunjung optimal di Madrid, media Spanyol dan Inggris menilai Madrid berniat menjualnya dan Chelsea adalah salah satu yang disebut mungkin menjadi pilihan Kaka selanjutnya.

"Kaka akan bagus untuk skema saya dan saya bicara dengannya cukup sering. Ini akan menjadi operasi yang sangat mahal, tapi tak ada peluang ia datang ke sini karena ia adalah pemain Real Madrid," ujar Ancelotti.

"Saya tak berpikir Real mau menjualnya. Mereka membelinya tahun lalu dan karenanya (ide jual beli Kaka) adalah fantasi. Jika Real mengatakan, 'Kami mau menjual Kaka', bisa jadi Chelsea tertarik," tuturnya. (SKY)

Spanyol Juara Dunia FIFA

[ Selasa, 13 Juli 2010 ]

Spanyol Juara Piala Dunia 2010, Madrid Pesta Semalam Suntuk

MADRID
- Sorak-sorai, suara klakson kendaraan, terompet, plus letusan kembang api membahana di langit Madrid dini hari kemarin WIB (12/7). Jutaan warga tumpah ruah ke jalan-jalan utama ibu kota Spanyol itu setelah El Matador -julukan timnas Spanyol- meraih gelar juara Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.


Raksasa Eropa yang baru kali ini merasakan nikmatnya mahkota juara tersebut mengadakan pesta semalam suntuk. Mereka menyulap seisi kota menjadi lautan merah dan kuning yang merupakan warna kebesaran Matador. Setelah pawai, mereka berkumpul di plaza-plaza besar dan membuat pesta kembang api. Bendera Spanyol berukuran superbesar dikibarkan dan orang-orang pun berdansa.

''Iniesta Presidente! Iniesta Presidente!'' teriak sekelompok fans sembari melakukan long march di Gran Via, salah satu bagian di pusat Madrid. Mereka memuji-muji Andres Iniesta yang mencetak gol tunggal Spanyol ke gawang Belanda dalam final yang mendebarkan di Stadion Soccer City dini hari kemarin.

''Hari yang sangat hebat. Kemenangan ini bakal dikenang hingga waktu yang sangat lama. Kami sangat bangga kepada timnas,'' kata Marisa Dalon, seorang pemilik salon di Madrid. ''Saya bangun semalaman dan merayakannya dengan anak-anak saya di kota,'' imbuh perempuan 42 tahun tersebut.

Pantas jika publik negeri itu mengadakan pesta besar-besaran. Sebab, penantian kehadiran trofi Piala Dunia memang berlangsung sejak lama. Spanyol sudah terjun di edisi kedua Piala Dunia 1934 yang dihelat di Eropa. Namun, mereka selalu gagal meraih mahkota. Capaian tertinggi El Matador sebelumnya adalah masuk empat besar Piala Dunia edisi 1950.

Itu sangat ironis. Mengingat, Spanyol selalu terjun dengan status unggulan yang difavoritkan menjadi juara. Apalagi, penampilan mereka dalam babak kualifikasi selalu perkasa. Tidak heran, dalam beberapa dekade terakhir, Spanyol dijuluki raja kualifikasi. Yakni, selalu kenceng dalam babak penyisihan, tapi melempem pada even sesungguhnya.

Karena itu, kesuksesan tim yang dibesut Vicente del Bosque tersebut menuai apresiasi tinggi. ''Yang bikin kami lebih bangga, Spanyol menang dengan cara yang bermartabat. Mereka bermain bersih serta berkelas,'' ungkap Delgado, 49, warga Madrid lainnya. ''Sebaliknya, Belanda bermain kasar dan tidak sportif. Seharusnya mereka malu,'' kecamnya.

Tak hanya di Madrid, pesta juga dihelat besar-besaran di Barcelona, ibu kota Provinsi Catalan. Sekitar 75 ribu warga kota turun ke jalan dan berpawai mengibarkan bendera Spanyol. Jelas, itu menjadi momen emosional bagi provinsi di bagian timur laut Spanyol tersebut. Sebab, sehari sebelumnya, 1,1 juta orang berdemonstrasi menuntut otonomi luas dari pemerintah.

Pengibaran bendera Spanyol di Barcelona memantik rasa haru Perdana Menteri Jose Luis Rodrigo Zapatero. Dia pun memilih merayakan kemenangan Iniesta dkk dengan meminum anggur khas Catalan, cava.

''Hari ini kami mengangkat segelas cava dan air mata saya menetes-netes. Ini bukan momen yang umum karena biasanya saya sangat pandai mengontrol emosi,'' ujar Zapatero sebagaimana dilansir Reuters.

''Pertandingan selama 120 menit itu sangat intens dan mendebarkan saya. Kami semua khawatir jika harus menempuh adu penalti,'' lanjut PM yang popularitasnya sedang menurun tersebut.

Perayaan kemenangan Spanyol tidak hanya menjadi milik warga negeri di tepi Laut Mediterania tersebut. Jauh di Toronto, Kanada, warga keturunan Hispanik juga turut berpesta. Fans juga mengambil alih jalan-jalan besar dan berkonvoi di sana. Warga berdansa di segala tempat seperti mobil bak terbuka, truk barang, dan pusat-pusat pengisian bahan bakar.

Sementara itu, di Mexico City, sekitar 4.000 orang berpawai dan berkumpul di Plaza de Cibelez, dekat Distrik Roma yang terkenal. Mereka memukul tambur-tambur besar, meniup vuvuzela, dan membunyikan apa saja. Suasananya mirip di Spanyol.

Apalagi, plaza itu memang merupakan tiruan plaza bernama sama di puast Kota Madrid yang sering digunakan sebagai tempat perayaan kemenangan Real Madrid. Polisi sampai harus membuat barikade khusus untuk mencegah lautan manusia itu mencebur ke air mancur.

''Spanyol memang pantas menang,'' tegas Manolo Ruiz, fans Spanyol asal Meksiko, sebagaimana dilansir Associated Press. ''Sepanjang pertandingan final, mereka sudah terlihat lebih berhak merebut gelar,'' lanjut pria yang mengecat wajahnya dengan warna bendera Spanyol itu.

Di Meksiko, ada sekitar 10 ribu penduduk berkewarganegaraan Spanyol. Tapi, bukan hanya mereka yang menjadi pendukung Matador dini hari kemarin. Jutaan warga Meksiko masih merasakan kedekatan personal dengan bangsa yang pernah menjajah negeri mereka itu. Meski, mereka juga menuntut kemerdekaan dari pemerintah kolonial.

''Kalau soal sepak bola, kami lebih mengidentikkan diri kami dengan Spanyol (daripada timnas Meksiko),'' kata Fernando Llorente, warga bertampang Hispanik. ''Malam ini waktunya merayakan kemenangan sampai tubuh saya tidak kuat,'' ungkap pria yang namanya persis dengan salah seorang penyerang timnas Spanyol tersebut.

Sayang, tidak semua kisah selebrasi Spanyol berjalan lancar. Perayaan di daerah istimewa Barakaldo, Basque, berakhir rusuh. Warga tidak bisa menyaksikan babak kedua pertandingan lantaran suplai listrik untuk layar raksasa di plaza kota itu disabotase kelompok tak dikenal. Dengan mudah, warga menuduh kelompok separatis Basque sebagai pelaku vandalisme tersebut.

Warga pun bergerak ke bar-bar di sekitar plaza untuk menonton sisa pertandingan. Saat itulah, seruan dukungan terhadap Spanyol mendapat ''balasan''. Pendukung kelompok separatis menyerukan slogan-slogan pemberontakan. Bentrok pun tak terhindarkan. Beberapa orang terluka. Tapi, tak ada yang terluka serius.

Insiden memilukan juga terjadi di Uganda. Sebuah bom meledak di stadion milik klub rugbi di ibu kota Kampala. Padahal, stadion itu penuh oleh warga yang tengah nonton bareng. Akibatnya, 64 orang meninggal, termasuk seorang warga negara AS. Polisi setempat menuding Al Shahab, kelompok militan Somalia yang berafiliasi dengan Al Qaidah, sebagai otak di balik pengeboman tersebut.

''Uganda merupakan salah satu musuh kami. Apa pun yang membuat mereka menangis bikin kami gembira. Semoga kemarahan Allah menimpa mereka yang melawan kami,'' tegas Syekh Yusuf Syekh Issa, salah seorang komandan Al Shahab, di Mogadishu kepada AP. Namun, dia tidak mengonfirmasi apakah kelompoknya bertanggung jawab atas serangan itu. (na/c5/iro)